Text
Kita Lebih Bodoh Dari Generasi Soekarno-Hatta
"Romo Mangunwijaya pernah prihatin dengan mengatakan bahwa generasi kita lebih bodoh dari generasi Soekarno-Hatta. Kita tentu tahu, betapa gilanya Soekarno muda terhadap buku, begitu juga dengan Hatta muda. Kemudian jika ditarik kesimpulan, maka dengan buku (baca: membaca) adalah kendaraan Soekarno dan Hatta untuk menjadi penulis dan pemikir hebat yang bisa menggentarkan Penjajah. Mereka telah membuktikannya pada zaman pergerakan, dari media ke media tulisan-tulisan Soekarno-Hatta beredar. Soekarno mulai menulis di Oetoesan Hindia, media massa yang dipimpin Tjokroaminoto yang pada akhirnya ia sebut sebagai Guru. Hatta aktif menulis di Jong Sumatera yang isinya satu suara dengan tulisan Soekarno; mengkritik Pemerintah Hindia Belanda, yang otomatis mengantarkan mereka ke dalam rumah penjara. Dan kini; Soekarno-Hatta kita kenang sebagai Bapak Proklamator Bangsa. Melihat realita zaman sekarang, ketika budaya baca-tulis mulai ditinggalkan, maka jika Pramoedya Ananta Toer mengatakan; menulis, sekecil apapun itu akan menjadi artefak peradaban, maka; jika kita meninggalkan budaya baca-tulis berarti kita telah meninggalkan salah satu sendi peradaban.
Dan untuk menjawab keprihatinan Romo Mangunwijaya yang telah tersebutkan diatas; rasanya tidak salah jika meminjam istilah Taufik Ismail; bahwa kita adalah generasi nol buku. Kemudian berangkat dari keprihatinan Romo Mangunwijaya yang telah dijawab oleh Taufik Ismail, dan belajar dari Soekarno dan Hatta muda, hendaknya kita merefleksi diri untuk secara bersama-sama memengembalikan budaya baca-tulis yang lama kita pendam dalam-dalam. Sebab selain berkaca pada nasehat Pramoedya diatas, dengan menulis sama halnya kita mengasah, mengasuh otak agar tidak kering ide, tidak tumpul analisa dan tidak pragmatis. Sementara dengan membaca, kata Agus Riyanto; membaca bagaikan membangun perpustakaan otak, yang selaput sel-selnya terselaputi pengalaman, sejarah masa lalu, metode dan gagasan orang lain yang pada gilirannya dapat menjadi alat untuk melihat, menggunakan, dalam konteks kekinian dan antisipasi masa yang akan datang dalam menyikapi gejala gagapnya bangsa mengatasi masalah akibat buah generasi nol buku."
No other version available